Pola Curah Hujan di Indonesia

hujan1
Endapan (presipitasi) didefinisikan sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi. Hujan adalah bentuk endapan yang sering dijumpai, dan di Indonesia yang dimaksud dengan endapan adalah curah hujan. Hujan merupakan unsur iklim yang paling penting di Indonesia karena keragamannya sangat tinggi baik menurut waktu maupun tempat, sehingga kajian tentang iklim lebih banyak diarahkan pada hujan. Hujan adalah salah satu bentuk dari presipitasi, menurut Lakitan (2002) presipitasi adalah proses jatuhnya butiran air atau kristal es ke permukaan bumi. Tjasyono (2004) mendefinisikan presipitasi sebagai bentuk air cair dan padat (es) yang jatuh ke permukaan bumi dimana kabut, embun dan embun beku bukan merupakan bagian dari presipitasi (frost) walaupun berperan dalam alih kebasahan (moisture). Jumlah curah hujan dicatat dalam inci atau milimeter (1 inci = 25,4 mm). Jumlah curah hujan 1 mm, menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaan bumi 1 mm, jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004). Menurut Arsyad (1989) Tinggi curah hujan diasumsikan sama disekitar tempat penakaran, luasan yang tercakup oleh sebuah penakar curah hujan tergantung pada homogenitas daerahnya maupun kondisi cuaca lainnya.
Curah hujan mempunyai variabilitas yang besar dalam ruang dan waktu. Berdasarkan skala ruang, variabilitasnya Sangat dipengaruhi oleh letak geografi (letak terhadap lautan dan benua), topografi, ketinggian tempat, arah angin umum, dan letak lintang. Keragaman curah hujan terjadi juga secara lokal di statu tempat, yang disebabkan oleh adanya perbedaan kondisi topografi seperti adanya bukit, gunung atau pegunungan yang menyebabkan penyebaran hujan yang tidak merata. Berdasarkan skala waktu, keragaman/variasi curah hujan dibagi menjadi tipe harian, musiman (bulanan), dan tahunan. Variasi curah hujan harian dipengaruhi oleh faktor lokal (topografi, tipe vegetasi, drainase, kelembaban, warna tanah, albedo, dan lain-lain). Variasi bulanan atau musiman dipengaruhi oleh angin darat dan angin laut, aktivitas konveksi, arah aliran udara di atas permukaan bumi, variasi sebaran daratan dan lautan. Sedangkan variasi tahunan dipengaruhi oleh perilaku sirkulasi atmosfer global, kejadian badai, dan lain-lain (Ruminta(1989), dalam Erwin, M(2001)).
Berdasarkan terjadinya, hujan dibedakan menjadi (http://kadarsah.wordpress.com/ ):
  • Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin berputar.
  • Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh dan turunlah hujan.
  • Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.
  • Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.
  • Hujan muson, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, secara teoritis hujan muson terjadi bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus.
Secara umum curah hujan di wilayah Indonesia didominasi oleh adanya pengaruh beberapa fenomena, antara lain sistem monsoon Asia-Australia, El-Nino, sirkulasi Timur-Barat (Walker Circulation) dan Utara-Selatan (Hadley Circulation) serta beberapa sirkulasi karena pnegaruh local (Mcbride, 2002). Variabilitas curah hujan di Indonesia sangatlah kompleks dan merupakan suatu bagian “chaotic” dari variabilitas monsoon (Ferranti (1997), dalam Aldrian (2003). Monsun dan pergerakan ITCZ (Intertropical Convergence Zone) berkaitan dengan variasi curah hujan tahunan dan semi-tahunan di Indonesia (Aldrian, 2003), sedangkan fenomena El-Nino dan Dipole Mode berkaitan dengan variasi curah hujan antar-tahunan di Indonesia.
Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut ( http://klastik.wordpress.com/2006/12/03/pola-umum-curah-hujan-di-indonesia/ ) :
  1. 1. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai sebelah timur.
  2. 2. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur. Sebagai contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan oleh selat-selat sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.
  3. 3. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak umumnya berada pada ketinggian antara 600 – 900 m di atas permukaan laut.
  4. 4. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jatuh pada musim pancaroba. Demikian juga halnya di daerah-daerah rawa yang besar.
  5. 5. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT.
  6. 6. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur seperti:
    a) Pantai barat pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada bulan November.
    b) Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan Desember.
    c) Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari – Februari.
  7. 7. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim hujannya berbeda, yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami musim kering. Batas daerah hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120( Bujur Timur. Grafik perbandingan empat pola curah hujan di Indonesia dapat Anda lihat pada gambar dibawah ini.
Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun masih tergolong cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 – 3000 mm/tahun. Begitu pula antara tempat yang satu dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama.
Tjasyono (1999) menyatakan Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 pola iklim utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun. Hal ini didukung oleh Aldrian dan Susanto (2003) yang telah mengklasifikasi Iklim Indonesia sebagai berikut: Pola curah hujan di wilayah Indonesia dapat dibagi menjadi tiga, yaitu pola Monsoon, pola ekuatorial dan pola lokal.  Pola Moonson dicirikan oleh bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak musim hujan yaitu sekitar Desember).  Selama enam bulan curah hujan relatif tinggi (biasanya disebut musim hujan) dan enam bulan berikutnya rendah (bisanya disebut musim kemarau).  Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.  Pola equatorial dicirikan oleh pola hujan dengan bentuk bimodal, yaitu dua puncak hujan yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober saat matahari berada dekat equator.  Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodal (satu puncak hujan) tapi bentuknya berlawanan dengan pola hujan pada tipe moonson. Wilayah Indonesia disepanjang garis khatulistiwa sebagian besar mempunyai pola hujan equatorial, sedangkan pola hujan moonson terdapat di pulau Jawa, Bali, NTB, NTT, dan sebagian Sumatera. Sedangkan salah satu wilayah mempunyai pola hujan lokal adalah Ambon (Maluku).

pola-curah-hujan-indonesia.jpg
Sumber: Tjasyono 1999
monsoon type equatorial type local Type
Sumber: E.Aldrian dan Susanto (2003) 

Disajikan oleh :
Bidang Pemodelan Iklim
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan Iklim, LAPAN Bandung
 
Sumber bacaan:
  1. http://mbojo.wordpress.com/2007/07/24/hujan/
  2. http://kadarsah.wordpress.com/
  3. http://klastik.wordpress.com/2006/12/03/pola-umum-curah-hujan-di-indonesia/
  4. Tjasyono, Bayong. 2004. Klimatologi. Cetakan Ke-2. IPB Press. Bandung
  5. Edvin Aldrian, R. Dwi Susanto. Identification Of Three Dominant Rainfall Regions Within Indonesia And Their Relationship To Sea Surface Temperature. Int. J. Climatol. 23: 1435–1452 (2003)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar